Yahudi Part 3

Musik Yahudi berkembang dalam dua tahap yang sangat berbeda.

A. Tahap Pertama : Musik Kenisah (abad 10-6 SM)
Tahap pertama perkembangan musik Yahudi telah mencapai puncak kesempurnaannya pada musik Kenizah di Yerusalem waktu Raja Sulaiman (966-926 SM). Meskipun lagu-lagu asli tidak tersimpan, catatan tentang pembawaan lagu pun tidak, namun terdapat banyak keterangan pula. Mula-mula yang harus diketahui ialah bahwa Raja Daud (1006-966 SM) ayah dari Raja Sulaiman, menghendaki agar nyanyian-nyanyian resmi pada ibadat Yahudi haruslah bersyairkan mazmur-mazmur. Maka sehubungan dengan sifat khusus syair mazmur, susunan musik pada waktu itu dipengaruhi oleh sifat Paralelisme.

Paralelisme adalah struktur ayat mazmur yang terdiri dari dua bagian yang sejajar/simetris. Dari sebab itu tidak mengherankan bahwa prinsip paralelisme berulang-ulang muncul dalam sejarah musik, terutama dalam cara membawakan lagu/musik. Misalnya untuk membawakan lagu Gregorian harus diperhatikan istilah-istilah seperti Antiphonal atau Chori Spezzati pada lagu-lagu aliran Sekolah Venetia pada abad ke-16 (Italia Utara), yang artinya sebuah lagu yang dibawakan oleh dua kelompok kor yang tempatnya terpisah.

Pembawaan mazmur secara antiphonal
Kelompok I : ayat 1
Kelompok II : ayat 2
Kelompok I : ayat 3
Kelompok II : ayat 4, dan sebagainya.

Walaupun istilah yang dipergunakan untuk pembawaan musik gregorian dan polifon abad ke-16 berlainan dengan cara pembawaan musik Kenizah di Yerusalem waktu Raja Sulaiman, tetapi pada dasarnya caranya tidak berlainan. Kecuali praktek menyanyi dengan dua kelompok kor pada zaman tersebut, terdapat pula kebiasaan mempergunakan solis-solis pada nyanyian ibadat.

Namun berhubungan dengan fungsi tertentu justru nyanyian solistis ini akan selalu dipakai bersama dengan nyanyian kor yang seolah-olah menyetujui, membenarkan apa yang sudah diucapkan oleh solis.

Maka dengan demikian kita akan bertemu pula dengan suatu prinsip gaya lain, yang berulang-ulang akan dipakai dalam sejarah musik. Misalnya pada musik Gregorian terdapat pula responsorial, suatu istilah dari kata latin "responsum".

Pembawaan mazmur secara responsorial
Solois : ayat mazmur
Jemaat : responsum/refren
Solois : ayat mazmur
Jemaat : responsum/refren

B. Tahap Kedua : Musik Sinagogal (500 SM dan seterusnya)
Nama musik ini diambil dari tempat bernyanyi sesudah masa penawanan di Babylon, ibadat tidak diadakan lagi di Kenizah Yerusalem (yang telah dihancurkan), melainkan di gedung-gedung sederhana yang didirikan dimana-mana di Palestina. Orang Yahudi berkumpul di Synagoga baik untuk berdoa, mendengar pembacaan Taurat maupun menyanyi setiap hari "Sabath", yaitu pada hari Sabtu.

Pada ibadat cara baru ini, dipakailah mazmur-mazmur sebagai syair nyanyian-nyanyian, tetapi cara membawakan lagu-lagu ini ternyata sema sekali lain dari gaya nyanyian-nyanyian zaman dahulu dalam Kenizah. Sebab pada tahap kedua ini musik Yahudi pada umumnya memakai dua gaya sebagai berikut:

1. Gaya silabis:
Gaya menyanyi yang paling sederhana, sebab pada tiap suku kata (syllable, bhs Inggris) dipakai hanya satu nada. Nada ini dapat berlainan terus menjadi melodi tanpa lengkung/ligatura. Atau nada yang satu itu dapat diulang-ulang (resitatif), namun pada awal kalimat terdapat kadens permulaan (Initium) dilanjutkan dengan nada yang diulang-ulang (Tenor), pada pertengahan ayat terdapat kaden tengah (Mediatio), kemudian bagian kedua dari ayat dilanjutkan dengan Tenor dan pada akhir ayat terdapat kadens akhir (Finalis)
Gaya pembawaan mazmur dengan pola Silabis ternyata diambil alih dalam nyanyian resitatif Gregorian, namun pola Yahudi lebih fleksibel daripada pola mazmur Gregorian.

2. Gaya melismatis
Gaya menyanyi melismatis ini adalah gaya yang memang baru, artinya belum pernah dipakai pada musik zaman Raja Sulaiman.
Dengan dasar cara menyanyi melismatis ini, nyanyian synagogal sudah boleh disebut bersifat koloratur, meskipun masih terbatas pada nyanyian solistis saja.
Gaya melismatis sejak dulu sudah terdapat pada suku kata yang terakhir misalnya, dalam Alleluia atau dalam Amin.
Gaya ini disebut melismatis, sebab suku kata yang terakhir dibawakan dengan suatu melisma, yaitu dengan suatu melos atau kelompok nada untuk satu suku kata.
Juga dalam hal ini kita berjumpa lagi dengan suatu gaya menyanyi yang akan diperkembangkan selama seluruh sejarah musik sampai zaman modern ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar