Mesir Part 2

Perkembangan musik di Mesir berhubungan erat sekali dengan sejarah politik dari negeri itu. Lepsius menghitung bahwa pemerintahan dari Pharao yang pertama adalah sejak tahun 3892 SM. Pada tahun itu pula ditentukan Tujuh nada suci oleh para imam agung dan dinyanyikan oleh pria dan wanita di dalam kuil dan adalah nada yang sah menurut hukum. Ini adalah semata-mata nada vokal yang tidak boleh diiringi dengan alat musik apapun.

Pada prasati yang berasal dari dinasti ke-4 (kira-kira 2500 SM) tampaklah disamping paduan suara putri berdiri seorang pemetik harpa dan beberapa pria yang mengiringinya dengan pantomim. Lukisan ini dapat dilihat antara lain pada kuburan dari Imai, seorang imam dari kuil Ptah di Memphis.
Pada prasasti tersebut nampak juga seorang pemain harpa yang berlutut sambil memetik harpa besar berdawai delapan, dan berhadapan dengannya ada seorang dirigen musik yang mendengarkannya secara seksama dengan menempatkan kedua belah tangannya di belakang daun telinga. Ia memimpin 6 orang biduanita yang mengikuti/mengiringi irama lagu dengan bertepuk tangan. Di samping itu terdapat 3 orang pria yang menari dengan mengangkat kaki dan tangannya bersama-sama sedang pria yang keempat menari di muka mereka dengan tangan direntangkan ke atas dengan gerakan seperti mau memutar badan.
Pada pemain harpa, biduan/biduanita serta para penari kemudian dapat dibedakan dengan penjelasan huruf hyrogliph.
Pada makam seperti pada makam Gizeh tertera gambar, dua pemain harpa yang berlutut memainkan alat musik besar, sedang di depannya berjongkoklah beberapa biduanita yang tangannya dilekatkan di belakang daun telinga, tetapi di samping itu tertera pula gambar seorang peniup seruling.

Pada makam yang ketiga terdapat lukisan seorang pemain harpa yang mengiringi seorang yang meniup seruling melintang dan dua orang peniup seruling lurus.
Dari monumen ini maupun dari yang lain ternyata bahwa harpa dan seruling merupakan alat musik yang utama pada bangsa Mesir.
Harpa yang disebut Tebuni oleh orang Mesir, terdapat dalam beberapa bentuk.
Bentuk yang tertua terdapat pada makam raja dari dinasti yang ke empat. Bentuk tersebut merupakan sebuah batang berupa busur. Kemudian sedikit demi sedikit berubah, dengan memberi bentuk lain atau dengan memberi kayu sebagai pemberat di ujung bawah sebagai kaki sehingga tali busur di bagian tersebut dikaitkan lebih erat/mati, sedang di ujung atas dawai, dikaitkan dengan pengatur tegangan dawai sehingga tiap dawai mempunyai nada lain seperti aturan yang telah ditetapkan. Ini adalah bentuk dasar dari harpa-harpa di kemudian hari. Perbedaan yang utama antara harpa berpedal yang modern dan harpa kuno adalah bahwa pada harpa kuno tidak terdapat bingkai di muka dawai.

Pada dinasti yang ke-12, kaki harpa makin mantap dan kemudian menjadi ruang gema (resonator), dan pada akhirnya bentuk busur berubah menjadi bentuk bingkai segitiga.

Pada zaman Ramses III (1197-1165 SM) yang meletakan dasar pemerintahan pada dinasti ke-20, bentuk harpa mencapai titik perkembangannya yang tertinggi. Harpa ini berbentuk langsing dan menyeni seperti bentuknya yang sekarang, hanya saja ukurannya lebih besar yaitu setinggi 6 kaki, sedang jumlah dawainya ada yang 13, 18, 21 dan 26.
Bentuk kerangkanya sangat diperhatikan. Bagian-bagian yang pokok dihiasi dengan seksama dengan bertatahkan gading, emas, penyu, mutiara dan dihiasi pula dengan bentuk simbolis dari kepala Dewa/Dewi, sphinks dan binatang.
Umur harpa dapat diketahui dengan melihat sikap badan mereka saat memainkan harpa tersebut seperti yang tertera pada monumen-monumen atau gambar dinding. Pada kerajaan yang kuno, sikap para pemain harpa terlukis berlutut, dan pada kerajaan yang lebih baru terlukis berdiri tetapi pemain jenis harpa yang besar berdiri saja. Pada jenis harpa yang kecil dipanggul atau ada yang dijinjing, dalam kerajaan kuno maupun kerajaan yang lebih baru selalu dimainkan dengan sikap berdiri maupun berlutut.
Pada waktu Mesir dijajah dan kesenian musik asli di kuil-kuil memudar, memudar pula ketenaran harpa. Bentuk harpa yang menyeni makin hilang dan akhirnya kembali ke bentuk semula.
Harpa yang pada waktu itu dimainkan oleh para raja dan imam, sekarang sudah dimainkan oleh rakyat jelata. Ini kelihatan sekali pada lukisan di abad berikutnya bahwa pemain-pemain harpa semua wanita.

Kecuali harpa pada monumen-monumen Mesir terlukis pula dua alat musik berdawai yang lain yaitu Lyra-ialah sebuah alat musik yang kemudian ambil peranan besar dalam seni musik Yunani, dan sebuah alat musik lagi, sejenis Lute dengan lima dawai. Tetapi agaknya kedua alat tersebut bukan alat asli Mesir namun diperkirakan sewaktu pemerintahan dinasti ke-18, alat tersebut didatangkan dari Asia.
Tentang alat musik tiup, seruling adalah alat musik terkenal. Ada dua jenis seruling yaitu seruling tunggal dan seruling ganda.
Pada batu nisan di makam Gizeh tidak kurang dari 8 macam lukisan pemain seruling dan kecuali lukisan harpa pada umumnya terdapat banyak lukisan seruling tunggal maupun ganda. Sejauh mana seruling Mesir ini kesamaannya dengan Aulos dari Yunani.

Mesir Part 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar