Pada bangsa Mesir dikatakan bahwa seruling yang lurus bernama Mam atau Mem dan seruling yang menyilang dinamakan Sebi. Seruling-seruling ganda adalah panjang berpipa kecil, kedua batang seruling lepas namun ditiup bersama dan dimainkan dengan tangan tersilang.
Pada monumen selalu terdapat gambar Terompet dengan bentuk yang sederhana. Alat ini selalu ditiup oleh pria saja dan dipergunakan sebagai sangkakala (tengara, signal). Alat musik yang dibunyikan dengan dipukul (perkusi) ada banyak sekali, seperti ketipung, pauken, tambur dan sebagainya. Alat yang bernama Sistrum yang di Mesir juga dikenal dengan nama Kemkem, sebetulnya tidak termasuk alat musik tetapi adalah semacam tanda giring-giring (krincingan, bel) untuk memberi tanda dalam upacara ibadat di dalam kuil-kuil.
Seandainya lagu yang dimainkan oleh para musisi yang terlukis pada monumen peninggalan kuno itu dapat didengar, maka orang pandai dan para seniman ulung akan bertanya-tanya apakah mereka juga mengenal ganda suara ataukah dimainkan dengan satu suara saja, tidak dapat ditentukan dengan pasti. Dalam keadaan seperti terlukis itu hanya dapat dikira-kira bahwa apa yang kini disebut harmoni tidak dikenal oleh mereka serta juga bangsa-bangsa kuno. Seandainya mereka mengenal ganda suara maka hanya terbatas pada interval-interval oktaf, kwint dan kwart.
Sewaktu bangsa Mesir jatuh dan menjadi propinsi Romawi, kebudayaan Mesir mengalir ke Roma, maka Dewa-Dewi Isis dan Osiris menjadi mode bagi mereka terutama pada wanita Roma. Kuil-kuil untuk memuja Isis didirikan dan dipahat pula patungnya.
Menjadi populer di Roma pula, untuk diadakan perarakan Serapis dengan berkeliling melalui jalan-jalan di kota Roma bersama menggemanya suara Sistra, seruling dan lagu-lagu keagamaan beserta nyanyian Mesir.
Tetapi hal ini tidak bisa bertahan lama dan lama-kelamaan memudar, bahkan di negeri Mesir sendiri rakyatnya hidup tertindas oleh bangsa Romawi dan dilanda perbudakan.
Menurut pengamatan seorang penulis Romawi, bangsa Mesir yang dulu penuh gairah hidup dan semangat, kini menjadi bangsa yang paling menyedihkan di antara bangsa-bangsa lain.
Lagu-lagu dan alat musik orang Ethiopia (negeri yang paling dekat dengan Mesir) pada umumnya tidaklah banyak berbeda.
Sejarah seni musik maupun alat musik pada bangsa-bangsa Assyria, Babylonia, Fenisia, Media dan Parsi tidak dapat dipastikan karena hanya sedikit saja yang diketahui bahkan ada yang sama sekali tidak diketahui orang.
Musik dari bangsa Assyria agaknya untuk meluhurkan kekuasaan raja-raja Assyria saja.
Pada bangsa Assyria terdapat pula bermacam-macam alat musik seperti harpa, symbalo, seruling ganda dan ketipung seperti yang terlukis pada monumen-monumen mereka. Dengan alat musik tersebut mereka menyongsong dan mengarak para pahlawan perang yang pulang dari medan perang dengan membawa kemenangan. Hal yang sama dilakukan juga di Babylonia. Sejumlah besar alat musik serta orkestra yang lengkap mengiringi pesta.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama ditulis bahwa musik itu adalah suatu tanda untuk memuja patung emas yang diletakan di lembah Dura, atas perintah Nebukadnesar yang bunyinya sebagai berikut :
"...dan para Penguasa (Heraut) berkata dengan suara lantang : rakyatmu turun-temurun memberi kesaksian, bila kalian mendengar suara sangkakala, seruling dan siter, sambukin, psalter maupun symfoni-symfoni dan mendengar segala permainan musik, rebahkanlah dirimu dan pujalah patung emas yang dibangun oleh sang Raja Nebukadnesar".
Naskah diatas menyebut juga dua alat musik Babilion yang aneh yaitu Sambura dan Symphonica, symphonica ini menurun pada bangsa Yahudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar